Sudah lama

Wow udah lama …. gak sengaja saya baca email yang membawa saya ke blog ini, dan sedikit lagi membaca postingan masa lalu, mungkin postingan di masa-masa pencarian di beberapa tahun silam, membawa saya terusik akan sebuah pertanyaan. Pertanyaannya : seberapa jauh saya sudah berubah ?

Saya masih di sini di Jakarta (lokasi detail nya gak usah di share hehe), pekerjaan sudah pernah lompat sekali karena di sebelumnya saya merasa berhenti untuk bertumbuh (sesuatu yang saya anggap besar yang menentukan perjalanan hidup saya), di saat adik adik kelas saya pada rajin bikin startup (yang saya genuinely kagum dan hormat) saya merasa tempat saya “hanyalah” sebuah pegawai…saya merasa ada tempat buat masing-masing manusia di dunia ini, tidak semua manusia diciptakan jadi bos (kalo gitu siapa yang mau jadi karyawannya). Namun apakah saya sudah merasa cukup ? Apakah tidak ada jalan lain untuk ambisi dan cita-cita saya ? Ada sebenernya…. tapi sayang masih ada hambatan cukup besar yang memang mengharuskan saya settle, atau harus “lompat”. Saya masih tetap menjadi orang yang belum berani mengambil resiko, mengambil jalan perubahan drastis yang mengharuskan saya berkorban cukup besar.. tapi masalahnya pengorbanan untuk saya sekarang tidak hanya sebatas dampak ke saya, tapi juga dampak ke keluarga saya.

Ngomong-ngomong tentang keluarga : Saya udah punya istri yang  kadang gak kebayang dulu bisa mendapatkan istri yang bener-bener bisa menerima karakter saya dan merasa nyaman atas hal itu. That is my lovely wife. Dan itu lewat proses yang sangat singkat dan tidak terbayang sebelumnya…. mungkin itu yang namanya jodoh. Kami tumbuh dan menggendut bersama, dan dengan seiring waktu muncul lah dua kunyil di antara kami. Satu cowok dan satu cewek yang nggemesin. Tantangan paling besar menurut saya ada di si sulung, saya sama sekali belum bisa menganggap diri saya ayah yang baik….saya belum bisa ngasih contoh, belum bisa ngajarin dengan sabar…I just wanna show that I love them very much…. Saya bersyukur bahwa mereka sehat dan tumbuh dengan gembira dengan segala kelebihan dan kekurangannya…berharap mereka bahagia hadir di keluarga kami bukan di keluarga lain.

Bagaimanapun secara umum saya harus bersyukur  atas semuanya, mengingat saya masihlah orang dengan kekurangan yang gak terlalu jauh dari saya yang dulu : kekanak-kanakan, melankolis, insecure, tukang ngeluh. Dengan brengseknya saya kehilangan kontak hampir semua teman saya di masa sekolah, kuliah, baik karena sengaja dan tidak sengaja. I really miss some of them very much, travel together, play together.. mungkin bener kata orang bahwa “teman” akan sangat membantu menghibur hati.. hanya saja mungkin saya orang tidak berbakat untuk mempunyai teman. Kilas balik dengan kejadian beberapa waktu ini saja, saya lebih peduli untuk melindungi diri saya sendiri daripada harus mengambil resiko membuka diri dan akhirnya hanya untuk ditinggalkan…itulah saya…makanya saya heran istri saya kadang masih mau nerima haha.

So what’s next ?

  • Lebih banyak bersyukur
  • Sayangi keluarga, karena pada dasarnya mereka tempat bersandar sampai akhir
  • Jalani setapak demi setapak
  • Lebih banyak traveling, lihat lebih banyak dunia, kenali banyak jenis orang
  • Belajar punya ambisi dan disiplin
  • Jangan takut buat spending, toh itu yang akan buat dirimu bahagia
  • Lebih banyak diam dari pada berkata salah
  • “Minimal” jadi orang yang tidak dibenci oleh orang lain, tidak perlu jadi orang yang disukai semua orang
  • Jadi orang yang kuat secara fisik biar gak lemah juga buat ngelihat dunia
  • Gak ada salahnya menata tampilan diri, walaupun butuh effort dan disiplin

de el el……

Saya tetaplah saya, semoga saya tidak perlu merubah diri terlalu banyak dan tetap menjadi diri saya sendiri untuk bersama orang-orang yang saya cintai. I love you guys.

Saya dan Manusia : Part 2

Itulah, buat saya memahami “manusia” itu sendiri sangat sulit. Saya sering menutup diri bahwa akan begitu banyak jenis manusia, bahwa antara dua manusia pasti akan ada perbedaan karakter, sifat, pandangan, pemikiran apalagi jika pengamatan itu disebar hingga yang bernama masyarakat. Ada yang keras kepala, ada yang memang aslinya pemalas, ada yang idealis, ada yang suka ngartis. Ada saya yang percaya proses penciptaan, dan ada orang-orang di luar sana menafikkan hal itu. Saya cenderung menutup diri terhadap perbedaan-perbedaan tersebut sehingga saya sendiri merasa saya kurang luwes
Karena kekurang luwesan itu saya sendiri sulit percaya artinya sahabat. Saya adalah orang idealis tentang konsep sahabat itu sendiri, dimana idelnya adalah seorang sahabat akan seringkali berkorban untuk kepentingan pihak yang lain dibandingkan dirinya sendiri.

Namun ketika saya mencoba bercermin, saya tidak akan bisa manjadi orang yang seperti itu, dan pengalaman saya bertemu dengan manusia-manusia lainnya, pada dasarnya masing masing akan punya kepentingan sendiri. Menjalin pertemanan selama bertahun-tahun, akhirnya toh akan runtuh ketika dihadapkan akan jalan pribadi yang memaksa saling tidak bertemu, saling tidak bertukar kabar, dan semuanya akan selesai dengan sendirinya. Pertemanan akan bisa berakhir dengan mudah, bagaimana mau bicara dengan tentang persahabatan.

Tapi itu saya, semuanya adalah tergantung akan kepercayaan orang tersebut terhadap sebuah konsep. Ketika banyak orang di akhir kesibukan harinya bertemu dengan teman-temannya, sekedar menikmati berkumpul bersama, atau berbincang, saya sadar sepenuh hati saya bukan orang yang terlalu nyaman akan hal tersebut. Bukannya saya tidak berusaha memahami konsep tersebut, namun entah mengapa saya merasa saya sendiri takut akan kecewa dengan harapan bahwa saya dapat menemukan “sahabat” atau sekedar “teman” sejati saya. Tidak. Dari pengalaman saya, semua akan berpulang ke kepentingan mereka masing-masing.

Saya hanya berusaha untuk menjadi orang yang tidak merugikan orang lain, maksimal menjadi orang yang menyenangkan bagi orang lain, bukannya menjadi orang yang menyebalkan, yang secara universal orang akan menghindar darinya.

Saya dan Manusia : Part 1

Memahami bagaimana makhluk bernama manusia ada pada posisi nya sekarang bagi saya adalah hal yang mudah. Saya akan selalu percaya dengan proses Penciptaan, sama dengan ketidak percayaan saya bahwa batu, tanah, dan besi, yang diletakkan begitu saja, bisa mampu menjadi sebuah rumah utuh yang bekerja lengkap dengan sebuah sistem yang berkolaborasi secara harmonis, tak peduli seberapa lama batu tanah dan besi tersebut teronggok entah ribuan jutaan bahkan miliaran tahun.

Sama dengan evolusi makhluk satu sel menjadi sebuah sistem yang organisme, adalah suatu proses yang saya “paham” adanya campur tangan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Hebat, Yang Maha Semuanya. Dimana bahkan proses sekecil penutupan luka yang tergores, jika kita pelajari secara seksama, adalah proses yang sedemikian kompleksnya, proses penutupan suatu luka tersebut adalah sebuah proses yang sedimikian rupa sehingga mampu bekerja dengan hebatnya, bukan hanya karena sesuatu yang diletakkan begitu saja dan mampu mengatur dirinya sendiri. Kekompleksan proses tersebut bisa tampak dari sudut pandang manapun baik dari sisi ilmu Biologi, Kimia, Fisika, baik dari senyawa-senyawa yang terlibat, sel-sel yang berkembang, semuanya yang ilmunya baru dikuasai umat manusi hanya dalam hitungan ratusan tahun.
Namun itulah manusia yang ketika dengan kesombongan bahwa mereka berhasil menjejakkan kaki di bulan, mereka lupa ada sebuah sistem galaksi dan alam semesta yang berjalan begitu raksasanya, dan sekali lagi, tidak mungkin jalan begitu saja tanpa ada yang mengaturnya. Dengan itu, yang saya maksud saya “paham” adalah, saya mengerti manusia tidak akan mampu menguasai semua ilmu yang ada di alam semesta, saya menyerahkan bahwa ada Sang Penguasa Ilmu terebut, dan kita hanya mengetahui hanya secuil yang tidak bisa dibayangkan seberapa kecilnya bila dibandingkan dengan semesta. Saya mengatakan orang-orang jenius dalam bidang alam semesta misalnya, akan saya tuduh bodoh ketika mereka mengaku tidak percaya terhadap proses Penciptaan tersebut, karena toh mereka belum tentu bisa menjelaskan bagaimana tubuh manusia bisa tercipta dan bekerja.

Saya dan SOA : Pengenalan

Mungkin kalo orang bilang, telat ngomongin SOA, sekarang udah jamannya Big Data, Analytics, bahkan Internet of Things. Namun jangan salah. Kalo di Indonesia, ada baiknya kita tidak memulai dengan hal yang muluk-muluk. Sudah sering saya melihat korporasi yang bahkan untuk implementasi Business Intelligence (BI) berakhir menjadi sesuatu yang sifatnya jika dipajang tampak bagus, namun dari sisi manfaatnya terasa kurang. Banyak yang dijanjikan, banyak peluang, tapi di dunia nyata realisasinya mandek, bukan salah barang atau teknologinya, tapi ya rasanya maturitasnya yang belum mencukupi.

SOA adalah Service Oriented Architecture, semua dianggap sebagai service. Kenapa harus menjadi service ? agar yang lain bisa memakainya. Service atau layanan ya kalo di dunia nyata ya seperti ada layanan membetulkan AC, layanan pengurusan Akte Kelahiran (nah yang ini saya juga baru memanfaatkan jasanya hehe), ya semacam itu lah. Dan agar layanan itu berguna, layanan-layanan tersebut diumumkan oleh sang pembuat layanan (Service Provider) dan buat konsumen (Service Consumer) yang tertarik, mereka akan jelas tahu apa yang ditawarkan layanan tersebut dan jika sepakat, mereka akan memakainya, namun terlebih dahulu antara Service Provider dan Service Consumer tersebut haruslah berkomunikasi.

Manfaatnya apa toh ? Jika service tersebut ada dalam suatu perusahaan, tentunya yang paling kebayang ketika suatu proses membutuhkan service tersebut, proses tersebut tinggal menggunakan kembali apa yang sudah ada (Reuse). Buat apa susah-susah bikin lagi. Kalo sudah seperti itu, tentunya waktu dan usaha yang diperlukan untuk membuat sistem baru, proses baru, atau layanan yang isinya terdiri dari layanan-layanan lain (composite) tentunya akan lebih cepat

Jika sudah cukup maju, yang namanya service tentu bisa ditawarkan ke pihak luar. Sudah banyak contoh yang bisa dipakai : service buat ngecek kurs di Bank Indonesia, service buat ngecek ramalan cuaca. Jika memang perusahaan punya kemampuan untuk membuat layanan yang ternyata orang lain butuh, kenapa tidak ?

Kalo dari sisi teknis, ada lagi manfaat Interoperability. Pihak lain hanya perlu tahu definisi layanan dan apa yang ditawarkannya, tidak perlu lah tahu teknologinya pake apa. Kalo di contoh saya ya saya gak perlu tahu tadi si biro jasa ngurus akte kelahirannya mau naek angkot, GoJek, ato taxi buat ke kantor sipilnya hehe. Dengan ini juga, sebenarnya si tukang buat layanan bisa mengganti seenak udel dia mau pakai cara apa buat memenuhi “janji” layanan tersebut.

Perjalanan Baru

Saya memulai perjalanan baru.

Beberapa orang yang cukup dekat dengan saya pasti tahu bahwa beberapa waktu lalu saya mengambil persimpangan jalan yang berbeda. Ada beberapa alasan yang membuat saya akhirnya memutuskan hal terse but :

Melihat “pemandangan” yang berbeda.

Di waktu yang lalu, ada sedikit kebingungan untuk memandang posisi saya dalam mungkin 5 tahun ke depan, dan ketika saya melihat sekitar, apa yang rekan-rekan saya lakukan, saya merasa bukan ini yang saya ingin lakukan. Ada hal-hal lain yang saya ingin pelajari, dan fokus ke suatu hal yang memang saya merasa nyaman, Ketika peluang itu datang, peluang untuk belajar lebih banyak di suatu hal, saya ingin mencobanya.

Kesempatan baru. 

Saya sedikit tertahan di tempat yang lama, bahwa saya sudah mulai berhenti untuk “belajar”.  Mungkin ada banyak peluang, tapi entah kenapa saya akhirnya terbawa ke jalan lain mungkin hanya bagian dari rutinitas. Kalo mau mengambil metafora, situasinya seperti botol di atas laut, saya hanya menunggu ombak datang, dan kemudian ombak yang lain datang kembali, dan berharap suatu saat ombak-ombak tersebut akan membawa saya ke suatu tempat.

Waktu. 

Yang ini sangat sederhana. dengan kehadiran si kecil yang baru beberapa bulan, saya ingin pulang ke rumah dan masih melihat mereka bermain.

Ada yang sudah menjadi masa lalu, dan saya coba menatap ke depan. Saya bukan orang yang ambisius, tapi saya hanya ingin menjadi orang yang berkontribusi dan menjadi orang yang bermanfaat, tidak seidealis orang-orang yang misalnya membangun sekolah untuk orang-orang miskin, menciptakan lapangan pekerjaan, tapi saya ingin menjadi orang yang bermanfaat atas apa yang saya kerjakan. Itu saja.

Wish me luck :).

PS :

Ada satu hal yang ingin saya kurangi, yaitu kebiasaan mengeluh. Berharap tulisan ini tidak menjadi suatu keluh kesah, tapi pengingat saya untuk tidak menyia-nyiakan yang telah saya tinggalkan dan menatap ke depan.

Kenapa mata ada di dapan ?

Once Upon a Time in a BI project

I once had a BI project and after reading Kimball book, here that I can take note :

1. This project is driven by their IT division 

The project has started from the situation that IT had made some major investment on Data Warehouse. They didn’t have any clear vision about what actually the user, or, the BUSINESS need from a Business Intelligence initiatives. Quoting from Kimball, Technology is important, business value is MANDATORY. So we shouldn’t start extracting data unless we know how the data will be used.

2. We didn’t have strong sponshoship

I like this criteria from kimball for “strong sponsorship” :

a) Visionary: Someone who has a sense for the value and potential of information and some clear, specific ideas on
how to apply it.

b) Resourceful: Someone who is able to obtain the necessary resources and facilitate the organizational change the data warehouse will bring about.

c) Reasonable: Someone who can temper his or her enthusiasm with the understanding that it takes time and resources to build a major information system.

Unfortunately we didn’t have it. The main consequence was that this project became second to bottom priority for this company, they didn’t have any vision what they could take advantages of, and maybe when they realized this, that will be too late because as I already knew, the other companies from the same industries, even in Indonesia, have sufficient strategy for Business Intelligence and its additional value for their business.

———

Yes the main problems that we often face in BI projects especially in Indonesia is client maturity. They still expect that BI is just a Reporting Tool. What they need to think is how they use it to drive their business process or add business value. And we don’t yet talk about Analytics ….

One night riding

Ketika itu malam, dan jalanan tampak licin setelah hujan menyiraminya sepanjang sore. Jam sudah menunjukkan waktu baku saya untuk pulang, kebetulan istri juga minta dijemput. Saya pun berjalan ke parkiran dan dengan gontai mengeluarkan motor saya, saya nyalakan, dan saya berangkat.

Kantor ke apartemen hanya sekelebatan mata, tak sampai 1.5 km, itulah alasan bagi saya dengan senang hati memilih motor sebagai moda pulang pergi setiap hari. Perjalanan hanya akan ditempuh 5 menit, namun tak saya sangka hari ini 5 menit itu akan menjadi salah satu peristiwa yang tak terlupakan.

Saya menginjak rem sedikit karena saya sangka mobil didepan saya akan berhenti mendadak.

Roda belakang terkunci, dan karena jalanan yang basah dan licin, motor pun tergelincir dengan ekor motor meluncur lebih kencang dari bagian depan.

Badan saya jatuh menyamping kalah inersia dengan motor yang meluncur lebih cepat. Saya kemudian meluncur di atas jalan dengan kecepatan yang sama dengan motor.

Dan dari depan saya samar samar melihat ada angkot berlawanan arah melaju ke arah saya, dan “Dakk” kepala saya bersinggungan dengan mungkin bagian depan sang mobil. Hentakan nya terasa hingga ke leher, menggetarkan helm saya.

Saya hanya bisa pasrah dengan kejadian yang hanya berlangsung sepersekian detik, tapi rasanya semua kejadian di shoot dengan gerakan lambat. Tak ada upaya diri untuk menghentikan saya meluncur di jalan. Dan semua pun akhirnya berhenti dengan saya terduduk di tengah tengah basahnya tanah.

Saya bersyukur bahwa saya menggunakan helm full face. Saya bersyukur bahwa yang datang dari depan tadi hanyalah sebuah angkot bukan dengan kecepatan gila. Saya bersukur bahwa saya hanya mengalami luka sobek di baju dan celana karena bergesekan dengan aspal.

Dan saya bersyukur saya masih mencintai riding, berkendara di atas motor, menikmati hembusan angin menerpa wajah, dan sensasi kecepatan yang menggetarkan hati…

Bad Dream

Dreams sometime come in a bad shape and in a bad time. Dreams that remind me about bad thing, and when I wake up those dream like a sticky memory that I want to forget, The day followed with annoying reminder that I can’t easily ignored, tempered my mood.

It’s called bad dream with a reason I suppose…..

The Garden of Words

Selain Hayao Miyazaki, menurut saya ada dua rising animator yang tumbuh menjadi sekelas Miyazaki sensei. Pertama adalah Makoto Shinkai, yang karyanya terakhir bertitelkan  The Garden of Words, baru saja rilis mei 2013.

 

Garden-of-Words-2013-Movie-Poster-356x500

The Garden of Words merupakan suatu anime yang sangat cantik menurut saya. Bagaimana tidak, mulai dari detik pertama kita akan disuguhkan oleh animasi yang sangat detail. Sang sutradara terkesan memilih background baik lokasi dan situasi sengaja untuk memamerkan kesungguhan menggarap hingga detail yang tak terbayangkan sebelumnya. Berlatar belakang Japanese Garden di Shinjuku Nagoya dan pada musim hujan, kita akan bisa melihat tiap rintik hujan dan tiap helai daun yang tersentuh oleh butiran air bergerak mengalir teranimasikan engan cantik, dengan diiringi ketakjuban bahwa semua itu handrawn!

Garden of Words1

Ceritanya sendiri mengalir tanpa menjadi bagian yang berdiri sendiri dari latar, semua usaha untuk menganimasikan latar tadi menjadi pendukung cerita, yang walaupun sangat singkat, namun menyentuh dan mengilhami. Kisahnya sendiri berkisah antara hubungan dua insan manusia, yang kebetulan pria wanita dan menyentuh perasaan bernama cinta. Saya bilang kebetulan, karena ceritanya berasa tanpa paksaan yang dibuat buat, berbeda dengan film romantis klise lainnya.

Menonton The Garden of Words sangat menyenangkan. The Garden of Words ini orang bilang lepas dari tabiat film film Makoto Shinkai sebelumnya yang cukup depressing. Saya menjadi teringat belum menonton film Makoto Shinkai yang lain : 5 Centimeters per Second dan Children Who Chase lost Voices from Deep Below.

Hobi Donlot

Wah tak terasa sekian lama dari posting terakhir…

Dulu ketika saya masih anak ingusan (sekarang juga masih), dijaman listrik masih 110Watt, telpon masih ada kabelnya, kaset masih berserakan, internet masih sebatas khayalan masa depan, dan friendster/facebook/google+ belum ada,  ada tren mengisi diary. Anak-anak cewek (ada satu sih yang cowok) biasanya memberikan diary nya untuk diisi testimonial, pesan dan kesan, untuk nantinya menjadi “souvenir kenangan”. Saya pernah mengisi beberapa, dan yang paling berkesan dari saya bau kertas diary nya yang cukup semerbak, beda dari buku tulis biasa.

Eniwei, terlepas dari bau kertas, saya paling kesulitan untuk mengisi pertanyaan : Hobi. Dulu saya belum tahu kalau saya hobi menggambar, jadi biasanya saya isi “field” tersebut dengan hoby-hoby mainstream seperti : membaca buku, bermain, makan bakso. Akhir-akhir ini saya mencoba berkontemplasi, ternyata hoby saya di masa 90kg-an sekarang ini adalah saya doyan sekali donlot film.

Kebiasaan ini bermula dari ketika saya pertama kali berkenalan dengan kecepatan internet di atas 10kbps, saya ingat donlot an HD pertama saya adalah “Pixar Short Film Collection”. Ukuran filenya besar, dan ketika saya mainkan…….saya takjub dengan betapa detail, tajam, dan menyenangkan film HD untuk dilihat. Apalagi untuk film animasi.

Dan saya pun kecanduan. Untuk setiap film-film block buster yang saya suka (biasanya film dari super heroes, animasi pixar/dreamworks) selalu saya sempatkan untuk menunggu 3 bulan dari jadwal rilis bioskop, saya cari torrentnya, dan sedot! Dimana sedotnya? selalu ada Thepiratebay untuk menyenangkan hati saya dan rekan-rekan pirate. Biasanya saya mulai dari melihat Top 100 High Res Movienya, itu adalah daftar film yang paling banyak diunduh, yang berarti kualitasnya juga terjamin.

ThePirateBay

 

Film-film ini diekstrak dari BluRay. Harga pasaran film BluRay sendiri sangat mencengangkan, sehingga saya merasa sama sekali tidak ber”salah” untuk mendonlotnya (toh biasanya kalau memang film bagus, saya tonton juga di bioskop). Karena HD, ukuran filenya besar-besar, pasti lebih dari 1GB. Hardisk terisi dengan cepat, sehingga dengan sangat-terpaksa saya tetap harus keluar uang dari kantong yang tipis ini untuk menyediakan harddisk yang skala ukurannya sudah mencapai Tera Byte. Namun peruntungan sedikit berubah. Akhir-akhir ini saya menemukan file-file HD dengan ukuran sangat kecil : kisaran 700MB untuk 720p, dan 1GB an untuk 1080p. Wow. Kualitasnya cukup ok walaupun memang ada perbedaan dengan yang ukuran nya giga-an, dan ternyata sumbernya sama yaitu dari YIFY torrent. Ukuran file yang kecil dan kualitas yang cukup ok ini membuat saya menggila dan semakin keranjingan mencari film-film lama untuk melengkapi koleksi. Ada film-film nya Quentin Tarantino (Pulp Fiction, Kill Bill) yang belum pernah saya tonton, ada film yang dulunya membuat terkesan dengan twist nya (Fight Club, Seven), semuanya saya cari donlotannya. Film-film dengan kualitas ok namun dengan ukuran file yang kecil ini saya tandai dengan “Semi HD”.

YIFY Torrents

Bagaimanapun, saya tetap punya “Moral Code”. Kalau itu film yang memang berkesan, haruslah saya cari yang versi HD nya. Misalnya The Dark Knight, itu mah wajib hukumnya untuk punya koleksi yang HD, bukan semi HD. Demikian juga dengan film-film Pixar. Rasanya mengoleksi film-film HD itu memberikan saya kepuasan tersendiri (makanya dinamakan hobi), sensasi yang cukup berbeda dengan “membaca dan makan bakso”.

Kenapa saya tiba-tiba saya menulis hal ini, karena saya baru saja mendapat pencerahan. Ketika kesulitan mencari film-film HD untuk Studio Ghibli, saya menemukan situs baru THORA yang spesifik mengupload file-file anime HD. Mata saya langsung bulat, menelusuri posting demi posting, untuk menentukan anime HD yang akan saya donlot, tonton, memanjakan mata dan saya wariskan ke anak cucu!

Ghibli’s My Neighbour Totoro