Arsip untuk Maret, 2009

Tambah Satu Jam, Kurang Satu Jam, Tah Papa…….

Sebuah sistem yang saya tidak terlalu terbiasa dengan nya : Daylight Saving Time. 

Tanggal 29 Maret ini adalah salah satu waktu dimana saya harus dengan berat hati mengganti jam, membuatnya lebih cepat.  Misal saya bangun jam  11 pagi (udah bukan pagi kali feb…), dengan menggunakan Daylight Saving Time, waktu kebangunan saya berubah menjadi jam 12 pagi.

Yang seringkali membuat saya bingung adalah paradigmanya . Dengan cara seperti itu, sebenarnya aktivitas kita dipercepat kan. dengan berat hati saya harus masuk ke kantor lebih pagi. Lo kok bisa?  Biasa saya masuk kantor jam 9, dengan adanya DST ini, saya harus masuk jam 8. lo bukannya jamnya udah disesuaikan ? …… mbuh lah saya mumet.

Dalam satu tahun, DST ini memaksa kita untuk menyesuaikan jam kita (termasuk pola tidur) sebanyak 2 kali. Satu di musim gugur, satu lagi di musim semi. Kalau di musim gugur kita dapat enaknya, karena kita dapat jatah leha2 tambahan satu jam. kalo biasanya masuk kerja jam 9, kita bisa masuk jam 10 karena jamnya dah dilambatkan selama satu jam.  nah yang ndak mengenakkan yang musim semi ini, kita harus kehilangan waktu (tidur) selama satu jam. 

Tujuannya apa to? seperti kita ketahui kalo di negara 4 musim, musim panas selalu membuat waktu siang lebih panjang. matahari terbit lebih awal dan terbenam lebih akhir. Dari arti katanya sendiri : “Daylight Saving Time” yang bisa kita terjemahkan secara ngasal  Nyimpan Waktu Di Siang Bolong, cara ini adalah cara untuk beradaptasi dengan waktu siang yang lebih lama tadi. Adanya keengganan untuk memulai kerja ketika matahari sudah terik, ya mending jamnya aja disesuaikan, berangkat  lebih pagi, pulang lebih cepat. 

Saya paling susah buat ngitung waktu sholat di awal2 DST, waktu duhur jadinya jam berapa ya, waktu ashar jadinya jam berapa, dikurangi atau ditambah, duh…tapi lama-lama juga terbiasa dengan sendirinya. Di puncak musim panas Maghrib akan sampai ke kita jam 10 malam dan isya jam 11 malam lebih. jam 10 malam pun masih kayak siang bolong.

Jam weker saya harus diganti, jam tangan saya harus disesuaikan, alhamdulillah Iphone dan laptop saya dah bisa menyesuaikan hehehe, jadi lumayan kaget aja tadi pagi perasaan saya bangun seperti biasa, kok ternyata  udah 1 jam lewat di komputer. ntah vava…..

Epigon

Wah, habis baca Muda-ers nya Kompas. Salut mah sama adik2 SMU kita yang bisa menulis dengan padat dan menarik! Tulisan ini semoga juga tidak menjadikan saya sebagai seorang Epigon hehehe

Epigon, tampaknya cocok sekali menggambarkan perilaku masyarakat Indonesia yang berkecimpung di dunia kreatif pada umumnya. Dijelaskan di artikel  tersebut, epigon berasal dari bahasa latin epigonos atau epigignestai yang artinya adalah terlahir kemudian. kata ini kemudian diadaptasi dalam bentuk dunia sastra untuk mendeskripsikan seorang penulis yang meniru penulis lain terdahulu.

Terus bagaimana dengan dunia kreatif Indonesia? mungkin sudah menjadi rahasia umum bahwa Industri ini adalah Industri “latah”. Coba saja kita lihat beberapa tahun kebelakang. Apa saja yang menjadi populer, akan muncul tandingannya dengan mengusung ‘semangat’ yang sama. Contohnya yang paling mudah, ketika sinetron dengan siksa kubur sedang populer, seminggu kemudian akan kita dapati 5-10 sinetron baru dengan judul yang hampir mirip, tema serupa, ditayangkan di stasiun televisi lainnya. Bahkan yang saya ingat, ada sinetron yang dulunya udah ngejiplak film india tentang anak yang sedikit tertinggal, dengan mudahnya berubah haluan menjadi sinetron agamis ketika si anaknya sudah berhasil disembuhkan (lupa di seasson berapa wahahaha). Yang baru-baru ini ya kisah cinta yang berlatarkan agama seperti yang ditampilkan di Ayat-Ayat Cinta, terinspirasi dari novel kang Abik, menjadi populer, maka muncul banyak film atau sinetron lain yang  mengekor dengan kualitas yang bisa saya bilang : *****. Sinetron2 pengekor itu muncul dengan penambahan unsur “ kejaaaam sekali melawan baeeek sekali, siksa-siksaan, rebutan harta“.  

Artikel muda-ers tadi juga menyebutkan sebuah novel Rumah Pelangi yang bisa dikatakan “terinsipirasi” dari novel laris Laskar Pelangi.

Nah bagaimana pendapat anda ? 😀

Inspirasi sebenarnya boleh2 saja. Namun, seorang penulis terinspirasi oleh penulis lainnya, bukan berarti harus mencuri identitas yang membuat penulis terdahulu itu begitu dikenal. Latah sama sekali tidak menjadi masalah ketika di dalam usaha untuk “tidak membiarkan pesaing bermain sendirian”  itu, pihak lain berhasil memunculkan inovasi dan ide baru yang membuat karyanya lebih unggul dari pesaingnya. Setelah Ford muncul, Toyota juga muncul, tapi apakah Toyota bersedia hanya mengekor dan membuat mobil yang sama dengan Ford?  jawabannya dapat kita lihat sendiri bahwa Toyota berhasil menjadi sebuah perusahaan besar. Terinspirasi, tidak sama dengan menjiplak dan mengekor yang tanpa disertai memunculkan identitas diri sendiri dan melontarkan ide baru.

Menurut saya fenomena seperti ini sudah waktunya dihentikan. Sebuah pembudayaan ke masyarakat yang sama sekali tidak baik. Jangan sampai masyarakat mengambil makna bahwa menjiplak dan mencontek itu adalah hal yang lumrah. Kalau perlu sebaiknya pihak yang terjiplak mengambil langkah hukum sebagai pembelajaran ke pihak lain. Pemerintah juga harus mengambil sikap proaktif untuk menangani hal ini. Karena, di dalam sebuah proses tumbuhnya industri kreatif kita, epigon hanyalah akan membuat dunia lahirnya karya-karya baru yang inspiratif dan menghibur menjadi mandeg, layu sebelum berkembang. 

 

Catatan : Gambar diambil dari : http://dgk.or.id, makasih mas

Un-sekularisme Ekonomi

Dikutip dari Kompas.com 5/3/2006 : 

Vatikan mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan. Vatikan bilang, perbankan dunia seharusnya melongok pada peraturan keuangan Islam untuk meningkatkan kembali kepercayaan para nasabahnya di tengah krisis global seperti sekarang ini. “Prinsip yang beretika yang diusung perbankan Islam dapat mendekatkan pihak bank dengan para nasabahnya. Selain itu, spirit kejujuran harus tecermin dalam setiap jasa layanan yang diberikan,” demikian seperti yang tertulis dalam artikel harian Vatikan Osservatore Romano, Selasa (3/3) waktu setempat. Loretta Napoleoni dan Claudia Segre, Abaxbank Spa Fixed Income Strategist, dalam artikel tersebut menulis, perbankan barat dapat menggunakan sejumlah alat, seperti obligasi syariah yang lebih dikenal dengan sukuk sebagai jaminan (collateral). “Sukuk juga dapat digunakan untuk mendanai industri otomotif atau pekan Olimpiade di London nanti,” tulis mereka. Sebelumnya, pada 7 Oktober lalu, Paus Benedict XVI berpidato, konklusi dari hancurnya pasar finansial saat ini merefleksikan tidak ada yang abadi selain keberadaan Tuhan. Vatikan juga selalu menyoroti kondisi perekonomian global dan merilis sejumlah artikel yang mengkritik model pasar bebas yang banyak berdampak buruk dalam dua dekade terakhir ini. Sementara itu, Editor Osservatore Giovanni Maria Vian mengatakan, “Agama yang hebat selalu memiliki atensi yang penuh terhadap dimensi perekonomian masyarakatnya.”

Islam memang diajarkan untuk masuk ke seluruh aspek kehidupan :  akidah, akhlaq, pendidikan. ekonomi, politik, hubungan antar manusia.

Menilik sistem ekonomi “perbankan” konvensional kapitalisme sendiri, terdapat beberapa peluang resiko yang tercermin dari tidak seimbangnya sebuah sistem :

1. Resiko Likuiditas : ketika para nasabah secara serentak mengambil uang , dan bank sendiri tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi permintaan tersebut

2. Resiko Kredit : Bank memiliki kerentanan terhadap ancaman para peminjam uang yang tidak mampu mengembalikan uang yang dia pinjam.

3. Resiko Bunga : Bank diharuskan membayar bunga kepada nasabah yang menyimpan dana, dan jumlah bunga yang dibayarkan itu sendiri lebih besar daripada jumlah bunga yang harus dibayar peminjam uang kepada bank. 

Dan rasanya, sistem keuangan global ini semakin ruwet dan runyam. Pinjaman diasuransikan, dan asuransi di jual kembali kepada lembaga keuangan lain. Sistem yang dari awal tidak seimbang menjadi semakin berat sebelah. Kenapa saya katakan tidak seimbang? Ada beberapa aspek yang dapat digaris bawahi :

1. Memastikan yang tidak pasti.  Sistem bunga yang dianut, adalah selalu mengasumsikan bahwa investasi yang ditanamkan akan selalu mandapatkan hasil. Nasabah akan menyimpan uang, dan uang itu sendiri oleh bank akan diputar melalui skema investasi. Hasil dari investasi inilah yang akan dikembalikan ke nasabah dalam bentuk bunga. kenyataannya, investasi ini belum tentu membuahkan hasil yang positif. Investasi bisa saja malah mengakibatkan kerugian yang tidak jelas pembebanannya.

2. Menyatakan yang tidak nyata. Bahwa sistem keuangan sekarang sering kali melibatkan jual beli barang yang benar-benar masih diawang-awang, bisa dikatakan sebagai ijon. Runtuhnya sistem kredit perumahan di US sederhananya juga dimulai dengan menawarkan harga rumah seolah-olah harga rumah itu akan naik. Orang bahkan bersedia untuk membeli rumah untuk kemudian dijual lagi ketika rumah itu sendiri belum selesai pembayarannya atau bahkan pembangunannya. Hal yang terjadi kemudian adalah harga rumah malah turun dan membuat keuntungan yang diharapkan buyar.

Dari pengetahuan saya sebagai orang awam, Ekonomi Syariah jauh dari aspek-aspek yang melemahkan tersebut. Ekonomi Syariah menjanjikan sebuah keseimbangan antara hak dan kewajiban. Investasi selalu dibuka dengan perjanjian untuk menanggung keuntungan dan kerugian bersama-sama sesuai kadar, bukan dengan menetapkan sebuah angka yang harus dipenuhi oleh satu pihak.  Ijon dari awal sudah diharamkan oleh Islam, membeli mangga dari pohon yang belum berbuah adalah sebuah transaksi yang tidak diperbolehkan. Sebuah kondisi yang menjanjikan bagi umat Islam bahwa di masa sulit saat ini, jika kita bisa menunjukkan ketahanan sistem ekonomi yang dibangun berdasarkan Al Quran dan Sunnah. Kuncinya adalah kesahajaan dan kerja keras, Insya Allah. Mari kita dukung.

Apatisme Politik

Politik.....

Horeee pemilu tlah tiba… pemilu tlah tiba………. * huuuuuuuuuuuuuuuuu *

Saya harap saya ndak bersikap salah kalo sudah bersikap apatis sama dunia politik Indonesia. Kotor! Isinya cuman tengkar untuk menaikkan popularitas, gak ada rasa rendah hati, narsisme dimana-mana (spanduk caleg yang isinya memuja diri sendiri setinggi langit), kasar, sombong, gak jujur, penjilat, kayaknya segala sikap yang gak diajarkan di PPKn ada semua politik sini.  Bahkan Nixon aja (di Nixon/Frost) yang terkenal dengan kesalahan sikapnya ketika menjadi presiden, masih punya nurani untuk berkata : ” saya merasa bersalah karena membuat anak2 muda Amerika tidak percaya lagi dengan politik kita… “. Lha politisi kita? DPR yang seenak udele dewe merasa paling benar ( bilang orang lain satpam padahal dirinya sendiri satpam yang suka tidur, gak ada malunya bener-bener). Duh….

Hentikan…. kasian rakyat dipaksa untuk menonton panggung hiburan besar2 an yang menghabiskan banyak uang tp ndak ada hasil…. pimpinlah kami dengan benar, bagaimanapun caranya, asal semua kembali ke kebaikan nilai kebenaran dan nasib rakyat. Saya yakin Indonesia pasti bisa.