Arsip untuk April, 2009

Eby’s Big Adventure [NL-BE]

Tepat jam 9 malam saya mulai menggenjot sepeda lagi. Di depan rasanya terbentang jalan gelap, dengan lampu-lampu kuning menerangi tepi jalan. Kalau disimak lagi, rasanya di ujung jalan tidak terdapat apa-apa, hampir-hampir tidak ketemu ujungnya saking lurusnya jalan. Hati sempat ketar-ketir juga tapi tetap ndak berusaha panik. Toh di kanan kiri masih ada ‘beberapa’ rumah penduduk, dan di jalan masih banyak mobil melaju. masih ada teman hehehe.

Pelintas Malam

Pelintas Malam

Hal bagusnya, karena jalan yang saya tempuh lurus-lurus saja, tidak seperti ketika saya masuk ke daerah pelosok di sekitar breda yang muter-muter dan berbelok, rasanya dua titik dalam peta bisa saya tempuh lebih cepat. Wernhout lewat, wernhoutsburg lewat, dan rasanya ketika kejadian itu terjadi, hampir-hampir aja saya ndak sadar…..

NL-BE

NL-BE

Muka saya yang berkilau menjadi bukti hehehe. Sebenarnya saya pengen fotonya di titik 1 di jalur sepeda, tapi saya agak yakin jalur 1 ini ada di tengah hutan jadi ya di-ikhlas-keun aja. Saya masih harus melanjutkan perjalanan. Sempet istirahat di suatu parkiran sepeda. Lanjut lagi hingga Wuustwezel.

Wuustwezel ternyata cukup ramai dengan centrum yang masih cukup ramai dengan aktivitas warganya duduk-duduk di kafe. ada anak-anak muda kongkow-kongkow di depan toko yang buka semalam suntuk yang saya mampiri. Beli jus apel dan minuman pengganti ion di toko itu, dan akhirnya lanjut lagi, tetap dengan hati cukup was-was dimana saya harus beristirahat malam ini. Tampaknya untuk sampai di Antwerpen malam ini cukup riskan.

Ternyata alam yang memutuskan buat saya. Kaki masih cukup bugar sebenarnya. Namun tiba-tiba hujan gerimis mulai turun. tadi sebenarnya saya sudah mulai melihat kilatan petir di depan, ternyata benar kejadian hujan setelah terasa hembusan angin yang menandakan ada hujan di depan.

Dan alhamdulillah, tadi sepanjang jalan saya lihat ada halte bus yang saya pikir bisa saya jadikan tempat berteduh. Segera saja saya menambah laju sepeda dan berharap menemukan halte yang sama. Yup benar, tidak beberapa lama kemudian saya menemukannya, saya parkir sepeda dan duduk dengan tenang di dalam halte yang berpelindung kaca. Cukup melindungi saya dari hembusan angin, walau sempat berpikir untuk melanjutkan perjalanan karena masih pukul 10.30 malam. Tapi akhirnya saya urungkan juga. Di sini cukup aman dan nyaman karena jauh dari pandangan orang.

Sayangnya malam masih panjaang. Mata ini sudah saya coba pejam-pejamkan tapi ndak bisa tidur nyenyak juga. Dalam keadaan ini ternyata saya cukup awas. Setiap bus yang berhenti di halte tersebut saya selalu terbangun dan kemudian mengawasi keadaan. Gerimis masih sesekali datang dan pergi.

Dan anehnya, jam 1 an malam, di halte seberang, ada yang sama-sama nginep hahahaha. mereka sepasang cowok dan cewek umur 40 tahunan gitu. Dan ndak jelas mau mereka apa. saya awasin kadang mereka melambaikan tangan ke mobil yang melaju keliatannya mau numpang, tapi waktu ada mobil berhenti, gak jadi juga. ada bus lewat mereka pun ndak peduli. Ntah papa.

Saya memaksakan diri untuk istirahat. Jam 2, jam 3, jam 4, saya lewati dengan kadang mata terpejam, kadang cuman duduk melihat jalan, dan kemudian tidur lagi. Dan akhirnya tiba juga pagi hari. Saya benar-benar mendengar ayam berkokok, sudah lama ndak pernah dengar lagi. Asal suara tampaknya dari peternakan di belakang saya. Saatnya melanjutkan perjalanan lagi.

Hotel Para Backpacker

Hotel Para Backpacker

jam 5 pagi saya kembali mengambil sepeda dari tempat parkir dan perjalanan pun dimulai kembali….

[bersambung]

Eby’s Big Adventure [Breda]

Kostum

Kostum

Pukul 12.00 saya mulai mengayuh sepeda, dan 10 meter dari rumah saya hal yang tidak diinginkan pun terjadi..ban dengan suksesnya kempes di depan rumah. Sudah saya upayakan memberikan pertolongan pertama dengan bantuan pompa tapi yang terjadi malah keadaan lebih buruk, pentilnya lepas, yaaa sudahlah, terpaksa harus ganti ban. Sebenarnya hal ini ndak buruk-buruk amat, saya ndak bisa bayangkan kalo harus ganti ban di tengah hutan…

Dan baru jam 4 saya baru sampai di breda, muter-muter di Breda dulu nyari masjid nya orang Maroko (ndak perlu bilang sempet hilang arah, gini mau ke negara yang tidak dikenal). Masjidnya cukup besar, dan tiba disaat Asar memungkinkan saya ikut sholat berjamaah dengan mereka. Mereka memandang saya, dengan pandangan yang sulit didefinisikan, heran, kasihan, terkejut, ada orang kayak gini ya, entahlah.

Perjalanan dimulai dengan mencari jalan keluar dari Breda, sebuah kota kecil yang cukup menarik, banyak yang bilang kota ini tempat ideal buat tinggal dan kerja. Dengan bantuan sinar matahari yang mulai terbenam di ufuk barat, saya mencari jalan yang mengarah ke Tenggara dimana tujuan saya berada. Melaju di jalur sepeda, bertemu dengan bule-bule yang menikmati aktivitas sore di hari ini, kebetulan cuaca Jumat ini cukup menyenangkan. Tidak terlalu lama saya keluar juga dari Breda, hati cukup lega ternyata cukup cepat juga perjalanan ini bisa ditempuh [pikiran saya akan berubah beberapa saat kemudian].

Keluar dari breda, rupanya saya harus masuk mblusuk ke jalur yang lebih pedesaan. Dengan perasaan ekstaksi berlebihan, saya mulai menelusuri jalur tersebut. Di kanan kiri saya jumpai peternakan-peternakan, sawah-sawah, rumah pedesaan belanda yang di depannya terparkir traktor berukuran raksasa. Sepanjang perjalanan, bau kotoran kuda menyengat tapi menyenangkan, terasa hawa ‘desa’ yang cukup menarik untuk dinikmati dan ditelusuri. Di sebuah pertigaan, saya menjumpai sebuah peta [yang di kemudian, akan sangat membantu]. Sebuah peta yang menandakan jalur sepeda yang bisa ditempuh. Terdapat nomor-nomor yang menandakan access point yang bisa dituju. Ternyata begitu… Dengan bantuan peta dan posisi matahari, saya semakin masuk ke pelosok, bertemu dengan padang rumput luas, sinar matahari yang masuk dari celah-celah hutan pinus yang gelap nian.

Dengan bantuan peta yang saya jepret dengan kamera, saya masuk lebih jauh lagi. Di peta terdapat dua jalur yang bisa menjadi alternatif, dan saya putuskan untuk melewati jalur yang paling dekat, walau ternyata harus melewati sebuah hutan bernama Panenhoef. Dari sana saya bisa belok ke kota yang masih ada ‘kehidupan’ bernama Zundert. Ternyata keputusan saya tidak terlalu salah. Hutannya menyenangkan, benar-benar terasa di alam luar. Gelap terasa pertanda pohon-pohon yang tinggi menjulang mulai membayangi jalan dari sinar matahari. Sepanjang perjalanan tidak berpas-pasan dengan siapapun, karena bagaimanapun waktu sudah menunjukkan pukul 8 sore walau matahari masih hangat-hangatnya menyinari senja. Sekitar 8.30 keluar juga dari hutan. Istirahat sejenak menikmati roti bertaburkan coklat di sebuah bangku di ujung jalan.

Sebenarnya saya menunggu untuk bisa menikmati waktu-waktu bertualang seperti ini, di tengah alam luas, merasakan betapa kecilnya saya di alam dan bumi ciptaan Allah. Syukur akhirnya bisa saya nikmati juga dengan tidak terlalu banyak aral melintang, seperti rantai sepeda yang tiba-tiba putus di tengah hutan. Membayangkannya saja sudah cukup membuat saya berkeringat dingin. Alhamdulillah si Batavus masih setia menemani dengan lampu kecil dan redup menerangi cahaya di depan.

Batavus And I

Batavus And I

Saya harus sampai di Zundert sebelum gelap. Setelah merasa cukup istirahat, saya mengayuh kembali sepeda menuju Zundert centrum. Ternyata cukup besar dan ramai, memungkinkan saya jajan eskrim di tengah kota. Disini lah saya harus memutuskan untuk melanjutkan perjalanan atau berhenti : ada beberapa pertimbangan, waktu yang menunjukkan pukul 9, langit sudah cukup gelap. Saya bisa saja istirahat di centrum namun jika dipikir lebih lanjut, jika saya tinggal di centrum, tidak terlalu baik juga karena bisa mengundang perhatian orang. Namun, jika melihat peta, hati saya miris, lokasi saya berada sekarang ini masih sangat jauuuuh dari tujuan. Kalo di peta, tempat ini masih beberapa milimeter dari Breda huhu [padahal berasa udah berkilo-kilo terasa jauhnya perjalanan dari tempat saya memulai perjalanan].

Menikmati Hidup

Menikmati Hidup

Akhirnya saya putuskan juga untuk melanjutkan perjalanan. Matahari masih malu-malu di ufuk barat walau hanya sedikit menunjukkan muka. Sayangnya peta menunjukkan bahwa di depan tidak akan terlalu banyak kota yang bisa saya tuju. Jalan jauh dari pusat keramaian. untungnya jalur yang akan saya tempuh tidak melewati hutan-hutan lagi, jalur sepeda ada di sisi jalan besar dimana mobil lalu lalang mungkin dengan tujuan yang sama seperti saya.

peta perjalanan [Breda]

peta perjalanan (Breda)

Perjalanan pun berlanjut….

[bersambung]

Eby’s Big Adventure

Liburan kemaren (Goei Vrijdag) saya bertekad melakukan sesuatu yang cukup gila … merasakan bagaimana ber-Backpack!

Apa rencana saya? jadi gini. jarang-jarang ada kesempatan melewati batas dua negara dengan menggunakan moda transportasi manual. apa yang bisa kita definisikan dengan manual ? yah di pikiran saya, manual berarti tanpa bantuan mesin, jadi terpaksa mobil, sepeda motor, pesawat, dan kereta api saya hilangkan dari list. ada dua pilihan : naik sepeda dan jalan kaki.

Berhubung saya ndak kebayang gimana rasanya kalau harus jalan kaki, yah jadilah saya menjatuhkan pilihan pada sepeda kesayangan saya di sini, si ontel manis berwarna hitam bernama Batavus. Dan karena ndak terlalu banyak teman yang sepikiran ama saya di sini, jadilah saya harus berangkat sendiri dengen berbekalkan doa, tekad bulat, sekotak mie goreng dan telur, seplastik roti dengan remah-remah coklat, beberapa baju bersih. Saya ingin merasakan liburan dengan jalan lain tidak hanya pesan ,pesan hotel, jalan2 terus pulang. Di lain pihak, dengan cara seperti ini saya bener2 bisa menemukan “model” jalan2 saya sendiri, keluar dari kewajiban masuk keluar toko untuk belanja yang “I am not that interested”. Yak, saya memutuskan untuk pergi ke Belgia dengan bersepeda dan sedikit backpacking. tampak seru… membayangkan di hari2 sebelumnya saya sudah tersenyum-senyum sendiri.

Sebelumnya saya memutuskan untuk naik kerete ke Breda, kota paling dekat dengan Belgia, dan dari sanalah saya akan memulai perjalanan. Kenapa juga harus belgia? karena itu paling dekat sama belanda. masih belum kebayang kalo harus ke Perancis atau Spanyol (naik bus aja bisa sampe 24 jam kemudian….) dengan bersepeda. Hasilnya adalah peta penampakan saya selama Jumat 10 April 2009 dan Sabtu 10 April 2009 di antara Belanda dan Belgia.

 

Eby's Big Adventure

Eby's Big Adventure

 

 

[bersambung]

Tidak Netral!

Saya ndak terlalu suka ketika harus membaca berita detik, ataupun forum detik tentang Partai Keadilan Sejahtera. Kesan yang saya tangkap : Negatif.

Entah kenapa Detik jika menemukan kelemahan satu partai ini selalu bersikap provokatif, eksploitasi habis-habisan. yang menurut saya dari sisi jurnalisme, sangat tidak pantas! Jika ada contohnya suatu forum tentang PKS juga, wiih komennya jelek-jelek, dan sama sekali tidak ada usaha untuk melakukan moderasi terhadap komen yang masuk. 

contohnya : 

Tapi anehnya ketika polisi menetapkan ketiganya sebagai tersangka, anggota dewan ini tidak koorporatif memenuhi panggilan polisi. Alasannya ya itu tadi, mengklaim harus ada izin dari Mendagri karena mereka masih aktif sebagai wakil rakyat.

Sudah jelas melanggar UU Pemilu, PKS malah menunjukan sikap arogansi. Ketiga anggota dewan itu melalui pengacaranya M Kapitra Ampera malah mengancam polisi. Jika polisi tidak meminta izin terlebih dahulu ke Mendagri, Caleg PKS ini akan mempraperadilankan.

Saya heran kenapa terjadi generalisasi di sini. Subyek berita di sini adalah Caleg PKS. Bukan PKS itu sendiri.  kenapa yang ditunjukkan seolah-olah PKS yang menjadi subyek berita. Kalo memang caleg itu bertindak atas nama PKS, tolong disebutkan secara eksplisit bagaimana kejadian yang telah menjadi fakta. sedangkan berita yang ditampilkan di sini kesannya sangat memojokkan sebuah entitas PKS itu sendiri, bukan sebuah identitas personal. 

herannya, kalo Partai lain tidak sebegitu dipedulikan, entah sudah berapa banyak Caleg2 dari partai lain yang melakukan pelanggaran tapi tidak dikupas dengan lebih jauh. Mungkin sebuah kontrol dari Detik ke PKS itu sendiri, tapi menurut saya itu sudah cukup tidak mengenakkan untuk diikuti, dibutuhkan sebuah upaya editorial yang lebih netral dan positif….