Eby’s Big Adventure [NL-BE]
Tepat jam 9 malam saya mulai menggenjot sepeda lagi. Di depan rasanya terbentang jalan gelap, dengan lampu-lampu kuning menerangi tepi jalan. Kalau disimak lagi, rasanya di ujung jalan tidak terdapat apa-apa, hampir-hampir tidak ketemu ujungnya saking lurusnya jalan. Hati sempat ketar-ketir juga tapi tetap ndak berusaha panik. Toh di kanan kiri masih ada ‘beberapa’ rumah penduduk, dan di jalan masih banyak mobil melaju. masih ada teman hehehe.
Hal bagusnya, karena jalan yang saya tempuh lurus-lurus saja, tidak seperti ketika saya masuk ke daerah pelosok di sekitar breda yang muter-muter dan berbelok, rasanya dua titik dalam peta bisa saya tempuh lebih cepat. Wernhout lewat, wernhoutsburg lewat, dan rasanya ketika kejadian itu terjadi, hampir-hampir aja saya ndak sadar…..
Muka saya yang berkilau menjadi bukti hehehe. Sebenarnya saya pengen fotonya di titik 1 di jalur sepeda, tapi saya agak yakin jalur 1 ini ada di tengah hutan jadi ya di-ikhlas-keun aja. Saya masih harus melanjutkan perjalanan. Sempet istirahat di suatu parkiran sepeda. Lanjut lagi hingga Wuustwezel.
Wuustwezel ternyata cukup ramai dengan centrum yang masih cukup ramai dengan aktivitas warganya duduk-duduk di kafe. ada anak-anak muda kongkow-kongkow di depan toko yang buka semalam suntuk yang saya mampiri. Beli jus apel dan minuman pengganti ion di toko itu, dan akhirnya lanjut lagi, tetap dengan hati cukup was-was dimana saya harus beristirahat malam ini. Tampaknya untuk sampai di Antwerpen malam ini cukup riskan.
Ternyata alam yang memutuskan buat saya. Kaki masih cukup bugar sebenarnya. Namun tiba-tiba hujan gerimis mulai turun. tadi sebenarnya saya sudah mulai melihat kilatan petir di depan, ternyata benar kejadian hujan setelah terasa hembusan angin yang menandakan ada hujan di depan.
Dan alhamdulillah, tadi sepanjang jalan saya lihat ada halte bus yang saya pikir bisa saya jadikan tempat berteduh. Segera saja saya menambah laju sepeda dan berharap menemukan halte yang sama. Yup benar, tidak beberapa lama kemudian saya menemukannya, saya parkir sepeda dan duduk dengan tenang di dalam halte yang berpelindung kaca. Cukup melindungi saya dari hembusan angin, walau sempat berpikir untuk melanjutkan perjalanan karena masih pukul 10.30 malam. Tapi akhirnya saya urungkan juga. Di sini cukup aman dan nyaman karena jauh dari pandangan orang.
Sayangnya malam masih panjaang. Mata ini sudah saya coba pejam-pejamkan tapi ndak bisa tidur nyenyak juga. Dalam keadaan ini ternyata saya cukup awas. Setiap bus yang berhenti di halte tersebut saya selalu terbangun dan kemudian mengawasi keadaan. Gerimis masih sesekali datang dan pergi.
Dan anehnya, jam 1 an malam, di halte seberang, ada yang sama-sama nginep hahahaha. mereka sepasang cowok dan cewek umur 40 tahunan gitu. Dan ndak jelas mau mereka apa. saya awasin kadang mereka melambaikan tangan ke mobil yang melaju keliatannya mau numpang, tapi waktu ada mobil berhenti, gak jadi juga. ada bus lewat mereka pun ndak peduli. Ntah papa.
Saya memaksakan diri untuk istirahat. Jam 2, jam 3, jam 4, saya lewati dengan kadang mata terpejam, kadang cuman duduk melihat jalan, dan kemudian tidur lagi. Dan akhirnya tiba juga pagi hari. Saya benar-benar mendengar ayam berkokok, sudah lama ndak pernah dengar lagi. Asal suara tampaknya dari peternakan di belakang saya. Saatnya melanjutkan perjalanan lagi.
jam 5 pagi saya kembali mengambil sepeda dari tempat parkir dan perjalanan pun dimulai kembali….
[bersambung]